IUD
Post Plasenta
IUD post
plasenta adalah IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah lepasnya
plasenta pada persalinan pervaginam (EngenderHealth,
2008).
1. Cara Kerja
IUD yang
dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan berfungsi seperti IUD yang
dipasang saat siklus menstruasi. Pada pemasangan IUD post plasenta, umumnya
digunakan jenis IUD yang mempunyai lilitan tembaga yang menyebabkan terjadinya
perubahan kimia di uterus sehingga sperma tidak dapat membuahi sel telur.
2. Jenis
Ada 3
macam IUD yang biasanya digunakan yaitu Copper T 380A, Multiload Copper 375,
dan IUD dengan levonorgestrel. IUD jenis Copper T 380A sangat banyak tersedia
dan pada program pilihan KB Pascapersalinan, jenis IUD Copper T 380A ini paling
banyak digunakan karena selain karakteristiknya yang baik, harga IUD jenis ini
juga lebih terjangkau dibanding dengan jenis IUD yang lain. IUD dengan
levonorgestrel (misal Mirena) belum terlalu banyak tersedia dan jika tersedia
harganya mahal, dan IUD jenis ini biasanya tidak direkomendasikan sebagai IUD
post partum (Category 3 in WHO’s medical
eligibility criteria, 2010).
3. Efektivitas
Efektivitas
sangat tinggi. Tiap tahunnya 3-8 wanita mengalami kehamilan dari 1000 wanita
yang menggunakan IUD jenis Copper T 380A. Kejadian hamil yang tidak diinginkan
pada pasca insersi IUD post plasenta sebanyak 2.0 - 2.8 per 100
akseptor pada 24 bulan setelah pemasangan. Setelah 1 tahun, penelitian
menemukan angka kegagalan IUD post plasenta 0.8 %, dibandingkan dengan
pemasangan setelahnya. Sesuai dengan kesepakatan WHO, IUD dapat dipakai selama
10 tahun walaupun pada kemasan tercantum efektifitasnya hanya 4 tahun (BKKBN, 2010).
4. Keuntungan
1) Langsung
bisa diakses oleh ibu yang melahirkan di pelayanan kesehatan
2) Efektif
dan tidak berefek pada produksi menyusui
3) Aman
untuk wanita yang positif menderita HIV
4) Kesuburan
dapat kembali lebih cepat setelah pelepasan
5) Resiko
terjadi infeksi rendah yaitu dari 0,1-1,1 %
6) Kejadian
perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah populasi 1150
sampai 3800 wanita
7) Mudah
dilakukan pada wanita dengan epidural
8) Sedikit
kasus perdarahan daripada IUD yang dipasang di waktu menstruasi
5. Kelemahan
Angka
keberhasilannya ditentukan oleh waktu pemasangan, tenaga kesehatan yang
memasang, dan teknik pemasangannya. Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah
keluarnya plasenta memungkinkan angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan
ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan) dan teknik
pemasangan sampai ke fundus juga dapat meminimalisir kegagalan pemasangan.
6. Efek Samping dan Komplikasi
a)
Ekspulsi
Angka
kejadian ekspulsi pada IUD sekitar 2-8 per 100 wanita pada tahun pertama
setelah pemasangan. Angka kejadian ekspulsi setelah post partum juga tinggi, pada
insersi setelah plasenta lepas kejadian ekspulsi lebih rendah daripada pada
insersi yang dilakukan setelahnya. Gejala ekspulsi antara lain kram,
pengeluaran per vagina,spotting atau perdarahan, dan dispareni.
b)
Kehamilan
Kehamilan
yang terjadi setelah pemasangan IUD post plasenta terjadi antara 2.0-2.8 per
100 akseptor pada 24 bulan. Setelah 1 tahun, studi menyatakan angka
kegagalannya 0,8 % dibandingkan dengan pemesangan IUD saat menstruasi.
c)
Infeksi
Prevalensi
infeksi cenderung rendah yaitu sekitar 0,1 % sampai 1,1 %.
d)
Perforasi
Perforasi rendah yaitu sekitar
1 kejadian perforasi dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita.
7. Kontraindikasi pemasangan
a.
Ruptur membrane yang lama (lebih dari 24 jam)
b.
Demam atau ada gejala PID
c.
Perdarahan antepartum atau post partum yang
berkelanjutan setelah bayi lahir
d.
Gangguan pembekuan darah, misal DIC yang disebabkan
oleh pre eklampsi atau eklampsi
e.
Perdarahan pervagina yang belum diketahui sebabnya
f.
Penyakit tropoblas dalam kehamilan (jinak atau ganas)
g.
Abnormal uterus
h. Adanya dugaan kanker uterus
(TBC pelvic)
i.
AIDS Tanpa Terapi
Antiretroviral
bisa minta sumber referensiny mba ?
ReplyDeleteitu yg di atas referensi ko mbak,di tandai (...) tiap di akhir paragraf
ReplyDelete