HYPERTENSI
1.
Definisi
Hipertensi atau yang lebih dikenal
dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Menurut
penyebabnya, hypertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Hipertensi esensial atau primer
adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya, sekitar 90% penderita
hipertensi adalah hipertensi primer.
b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi
yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal,
gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan lain lain.
2. Faktor pemicu terjadinya hypertensi
a.
Faktor keturunan
b.
Faktor lingkungan
c.
Kegemukan
3. Gejala klinis hypertensi
Pusing,
mudah marah, telinga berdengung, mimisan (jarang), sukar tidur, sesak nafas,
rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang
Batasan
hipertensi menurut WHO, tanpa memandang usia dan jenis kelamin adalah :
a.
Tekanan darah < 140/90 mmHg,
disebut Normotensi.
b. Tekanan
darah > 160/95 mmHg, dinyatakan Hipertensi pasti.
c. Tekanan
darah 140/90 mmHg sampai 160/95 mmHg disebut Hipertensi perbatasan.
Dengan
memperhatikan tekanan sistolik, WHO membagi hipertensi menjadi :
a.
Apabila tekanan sistolik 180 mmHg
dan tekanan diastolik antara 95-104 mmHg, disebut Golongan Rendah
b.
Apabila tekanan sistolik 180 mmHg
dan tekanan diastolik diatas 105 mmHg, disebut Golongan Tinggi.
4. Pengobatan hypertensi
a.
Pengobatan non farmakologi
1)
Mengatasi obesitas / menurunkan
kelebihan berat badan.
2)
Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
3) Ciptakan
keadaan relaks.
4) Melakukan
olahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4
kali seminggu.
5)
Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi
alkohol.
b.
Pengobatan farmakologi
1)
Diuretik
2)
Simpatetik
3)
Betabloker
4)
Vasodilator
HYPERTENSI
DALAM KEHAMILAN
1.
Hypertensi
Esensial
a.
Definisi
Hipertensi
esensial adalah kondisi permanen meningkatnya tekanan darah dimana
biasanya tidak ada penyebab yang nyata. Hipertensi esensial, meliputi 90 % dari
seluruh penderita hipertensi, dan 10 % sisanya adalah hipertensi renal atau
hipertensi sekunder.
b.
Tanda
dan gejala
Wanita hamil dikatakan mempunyai
atau menderita hipertensi esensial jika tekanan darah pada awal kehamilannya
mencapai 140/90 mmHg. Yang membedakannya dengan preeklamsia yaitu faktor-faktor
hipertensi esensial muncul pada awal kehamilan, jauh sebelum terjadi
preeklamsia, serta tidak terdapat edema atau proteinuria.
Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas normal, selanjutnya meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-kadang lebih tinggi.
Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas normal, selanjutnya meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-kadang lebih tinggi.
c.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya hypertensi esensial
1)
Pola makan, adalah dimaklumi saat
ini ada pergeseran pola makan dari vegetarian ke arah konsumsi makanan cepat
saji dengan kadar lemak yang tinggi.
2)
Kebiasaan merokok dan konsumsi
alkohol, semakin banyaknya perokok di usia muda karena gencarnya iklan rokok di
media masa.
3)
Kemudahan transportasi, mendorong
orang untuk malas bergerak secara fisik akan menambah timbunan cadangan makanan
dalam bentuk lemak sehingga timbul obesitas, yang merupakan faktor resiko dari
hipertensi.
d.
Penegakan
diagnosa
1) Anamnesa
a) 70-80% kasus
hipertensi esensial di dapat riwayat hipertensi dalam keluarga.
b) Sebagian
besar hipertensi esensial timbul pada usia 25-45 tahun, dan hanya 20% timbul di
bawah 20 tahun atau di atas 50 tahun.
c) Gejala
klinik yang mungkin timbul akibat hipertensi adalah sakit kepala, rasa tidak
nyaman di tengkuk (kenceng), sukar tidur, epistaksis, disines atau migren,
sampai keluhan mudah marah.
d) Hasil penyelidikan
gejala klinik hipertensi di Paris adalah sbb : gejala sakit kepala menduduki
urutan pertama (40,5%), disusul palpitasi (28,5%), nokturi (20,4%), disiness
(20,8%) dan tinitus (13,8%).
e) Gejala lain
yang dikeluhkan mungkin akibat dari komplikasi yang timbul, seperti gangguan
penglihatan, gangguan neurologi, gejala gagal jantung, dan gejala gangguan
fungsi ginjal. Tidak jarang hal ini menjadi penyebab utama penderita untuk
datang periksa ke dokter.
f) Hal lain
yang perlu ditanyakan kepada penderita guna kepentingan terapi adalah :
i)
Bila sebelumnya telah diketahui
menderita hipertensi : informasi pengobatan sebelumnya meliputi jenis obat,
dosis, efektifitas, dan efek samping yang mungkin timbul.
ii)
Penyakit yang sedang atau pernah di derita
seperti diabetes militus, penyakit ginjal, dan penyakit jantung serta penyakit
kelenjar tiroid.
iii) Kemungkinan
penderita sedang mengkonsumsi obat karena penyakit lain, yang mungkin
menimbulkan efek samping kenaikan tekanan darah, seperti golongan steroid,
golongan penghambat monoamin oksidase dan golongan simpatomimetik.
iv) Kebiasaan
makan penderita (terutama asupan garam), minuman alkohol dan konsumsi rokok.
v)
Faktor stres psikis.
vi) Pada wanita
perlu ditanyakan tentang riwayat kehamilan dan persalinan (pre-eklamsi dan
eklamsi), serta pemakaian alat kontrasepsi.
2) Pemeriksaan
fisik
Kenaikan tekanan darah sering
merupakan satu-satunya tanda klinik hipertensi esensial, sehingga diperlukan
hasil pengukuran darah yang akurat.
a)
Beberapa faktor akan mempengaruhi
hasil pengukuran, seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran
harus mendapat perhatian.
b)
Pengukuran ideal dilakukan dengan
cara :
i)
Pengukuran dilakukan setelah
penderita berbaring selama 5 menit.
ii)
Pengukuran dilakukan sebanyak 3-4
kali dengan interval 5-10 menit.
iii)
Tensi dipompa sampai di atas tekanan
sistolik, kemudian dibuka perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg per-denyut
jantung.
iv)
Tekanan sistolik dicatat saat
terdengar bunyi pertama (Korotkoff I) dan tekanan diastolik dicatat pada saat
pertama bunyi tidak terdengar lagi (Korotkoff V).
c)
Pemeriksaan terhadap kemungkinan
komplikasi sebaiknya dilakukan, agar bisa dilakukan tindakan atau terapi sedini
mungkin.
d)
Walaupun masih banyak perdebatan
klasifikasi hipertensi dengan dasar tekanan diastolik paling mudah diterapkan
dalam pelayanan kesehatan primer khususnya di Puskesmas, yaitu :
i) Hipertensi Ringan : bila tekanan diastolik antara 90 – 110 mmHg
i) Hipertensi Ringan : bila tekanan diastolik antara 90 – 110 mmHg
ii)
Hipertensi Sedang : bila tekanan
diastolik antara 110 -130 mmHg
iii) Hipertensi
Berat : bila tekanan diastolik diatas 130 mmHg
e.
Penatalaksanaan
1) Prinsip
penatalaksanaan
a) Menurunkan
tekanan darah sampai normal, atau sampai level paling rendah yang masih dapat
ditoleransi penderita.
b) Meningkatkan
kemungkinan kwalitas dan harapan hidup penderita.
c) Mencegah
komplikasi yang mungkin timbul dan menormalkan kembali seoptimal mungkin
komplikasi yang sudah terjadi.
2) Penatalaksanaan
umum
Penatalaksanaan umum adalah
penatalakasanaan tanpa obat-obatan, terutama pada pengobatan hipertensi ringan.
Beberapa hal yang bisa dilakukan adalah :
a) Diet rendah
garam
b) Diet rendah
lemak
c) Berhenti
merokok dan berhenti mengkonsumsi alkohol.
d) Menurunkan
berat badan : setiap penurunan 1 kg berat badan akan menurunkan tekanan darah
sekitar 1,5 – 2,5 mmHg.
e) Olah raga
teratur
f) Relaksasi
dan rekreasi serta cukup istirahat
g) Walaupun
masih banyak diteliti konsumsi seledri, pare, ketimun, belimbung wuluh dan
bawang putih ternyata banyak membantu dalam usaha menurunkan tekanan darah.
h) Wanita hamil
dengan hipertensi esensial harus mendapat pengawasan yang ketat dan harus
dikonsultasikan pada dokter untuk proses persalinannya. Kesejahteraan
janin dipantau ketat untuk mendeteksi adanya retardasi pertumbuhan.
i)
Jika ditemukan tekanan darah
160/100 mmHg, harus dirawat di rumah sakit.
j)
Dilakukan induksi persalinan apabila
tekanan darah meningkat atau terdapat tanda-tanda Intra Uterine Growth Retardation (IUGR). jika keadaan berbahaya
atau lebih akut, persalinan dapat dilakukan dengan cara Sectio caesarea.
3) Medikamentosa
a) Golongan
diuretik
b) Golongan
Inhibitor Simpatik (Beta Blocker)
c) Golongan
Blok Ganglion
d) Golongan
Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE I)
e) Golongan
Antagonis Kalsium
PIH
(Pregnancy Induced Hypertensi)
a.
Definisi
Hipertensi kehamilan atau kehamilan-induced hypertension (PIH)
didefinisikan sebagai pengembangan baru
hipertensi arteri
dalam hamil wanita setelah kehamilan 20 minggu
tanpa kehadiran protein dalam urin.
Kehamilan hipertensi
yang diinduksi (PIH) adalah suatu kondisi tekanan darah tinggi selama kehamilan.
Kehamilan-induced
hipertensi-yang juga dapat disebut pre-eklampsia, toksemia, atau toxemia
kehamilan-merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah
tinggi, pembengkakan akibat retensi cairan, dan protein dalam urin.
b.
Penyebab
Penyebab pasti dari PIH
tidak diketahui.
c.
Yang
beresiko terkena PIH
1) Usia
di bawah 20 atau di atas usia 35
2) Primigravida
3) Memiliki
riwayat penyakit hipertensi kronis, diabetes sebelum hamil, penyakit ginjal
4) Memiliki
riwayat PIH atau memiliki kerabat wanita dengan riwayat PIH
5) Kelebihan
berat badan
6) Memiliki
gangguan sistem kekebalan, seperti lupus atau rheumatoid arthritis
7) Memiliki
riwayat penggunaan alkohol, narkoba, atau tembakau
8) Wanita
hamil dengan kehamilan kembar
d.
Tanda
dan gejala
1) Ringan:
tekanan darah tinggi, retensi air, dan protein dalam urin.
2) Berat:
sakit kepala, penglihatan kabur, ketidakmampuan untuk mentolerir dengan mudah
cahaya terang, kelelahan, mual / muntah, buang air kecil dalam jumlah kecil,
nyeri di perut kanan atas, sesak napas, dan kecenderungan untuk memar.
3) Gejala
lain dari PIH termasuk sakit perut, perubahan refleks, bintik-bintik di depan
mata, darah dalam urin.
e.
Diagnosa
1)
Selama prenatal rutin
dilakukan pemeriksaan dan pemantauan berat badan tekanan darah dan protein urin
2)
Dilakukan tes darah
tambahan jika di curigai PIH
3)
Jika PIH dicurigai, tes
non-stres dapat dilakukan untuk memonitor bayi.
f.
Penatalaksanaan
1) Jika
PIH ringan, dapat diobati di rumah.
2) Istirahat,
berbaring pada sisi kiri supaya berat bayi tidak menekan pembuluh darah utama.
3) Meningkatkan
pemeriksaan kehamilan.
4) Konsumsi
sedikit garam.
5) Minum
8 gelas air sehari.
6) Jika
PIH menjadi lebih buruk, perlu dirawat di rumah sakit di mana akan dilakukan
dimonitor lebih intensif.
7) Tekanan
darah tinggi diobati dengan obat, dan magnesium diberikan melalui infus untuk
mencegah kejang.
g.
Bahaya
PIH
1)
Intra Uterine Growth Retardation
(IUGR)
2)
Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR)
3)
Preeklamsia
4)
Eklamsia
Preeklamsi
a.
Preeklamsi
ringan
1) Definisi
Preeklampsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada
penyakit trofoblas
2) Etiologi
Penyebab pre-eklampsia ringan belum diketahui secara jelas.
Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation
syndrome” akibat vasospasme general
dengan segala akibatnya.
3) Gejala klinis dan Diagnosis
a) Kehamilan lebih 20 minggu.
b) Kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg
atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat
(untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit).
c) Edema tekan pada tungkai
(pretibial), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tungkai.
d) Proteinuria lebih 0,3 gram/liter/24
jam, kualitatif (++).
4) Penatalaksanaan
a) Jika
kehanilan <37 2="" :="" ada="" dan="" jalan="" kali="" lakukan="" minggu="" o:p="" penilain="" perbaikan="" rawat="" secara="" seminggu="" tanda-tanda="" tidak="">37>
i)
Pantau tekanan darah,
protenuria, refleks dan kondisi janin.
ii) Lebih
banyak istirahat
iii) Diet
biasa
iv) Tidak
perlu diberi obat-obatan
v) Jika
rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
- Diet
biasa;
- Pantau
tekanan darah 2 x sehari, proteinuria 1 x sehari;
- Tidak
perlu obat-obatan;
- Tidak
perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi kordis atau ggal
ginjal akut;
- Jika
tekanan diastol turun sampai normal pasien perlu dipulangkan : nasehatkan untuk
istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklamsi berat, kontrol 2 kali seminggu,
Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali.
- Jika
tidak ada tanda-tanda perbaikan pasien harus tetap dirawat;
vi) Jika
terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan;
vii) Jika
proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklamsia berat
b) Jika
kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi :
i) Jika
servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500 ml dekstrose IV
10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
ii) Jika
servik belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley,
atau terminasi dengan seksio sesarea
b.
Preeklamsi
berat
1) Definisi
Pre eklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg
atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih.
2) Gejala
dan diagnosa
Preeklamsia berat
didiagnosis pada kasus dengan salah satu gelaja berikut :
a) Tekanan
diastolik > 110 mmHg
b) Proteinuria
≥ 2+
c) Oliguria
< 400 ml per 24 jam
d) Edema
paru : napas pendek, sianosis, rhonkhi (+)
e) Nyeri
daerah epigastrium atau kuadran atas kanan
f) Gangguan
peglihatan : skotoma atau penglihatan berkabut
g) Nyeri
kepala hebat, tidak berkurang dengan analgesik biasa
h) Hiperrefleksia
i) Mata
: spasme arteriolar, edema, ablosio retina
j) Koagulasi
: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
k) Pertumbuhan
janin terhambat
l) Otak
: edema serebri
m) Jantung
: gagal jantung
3) Asuhan
kebidanan pada Preeklamsia berat
a)
Tekanan darah harus diukur dalam
setiap ANC
b)
Tinggi fundus harus diukur dalam
setiap ANC untuk mengetahui adanya retardasi pertumbuhan intrauterin atau
oligohidramnion
c)
Edema pada muka yang memberat
d)
Peningkatan berat badan lebih dari
0,5 kg per minggu atau peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.
e)
Rujuk jika terjadi salah satu
penyimpangan yang menjurus pada tanda-tanda preeklampsia
4) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di rumah sakit :
a) Preeklamsi berat pada kehamilan
kurang dari 37 minggu
i) Jika janin belum menunjukan
tanda-tanda maturitas paru-paru dengan uji kocok dan rasio L/S, maka
penanganannya sebagai berikut :
- Berikan suntikan sulfas magnesikus
dengan dosis 8 gr intramuskuler, kemudian di susul dengan dengan injeksi
tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontraindikasi)
- Jika ada perbaikan jalannya
penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam
sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan
- Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa
dan keadaan janin dimonitor, serta berat badan di timbang seperti pada
preeklampsi ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala.
- Jika dengan terapi diatas tidak ada
perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan
lain tergantung keadaan.
ii) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai
tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada
kehamilan di atas 37 minggu.
b) Preeklampsi berat pada kehamilan
diatas 37 minggu
i)
Penderita dirawat inap :
- Istirahat mutlak dan ditempatkan
dalam kamar isolasi
- Berikan diit rendah garam dan tinggi
protein
- Berikan suntikan sulfas magnesikus 8
gram intramuskuler, 4 gr di bokong kanan dan 4 gram di bokong kiri.
- Suntikan dapat di ulang dengan dosis
4 gram setiap 4 jam
- Syarat pemberian MgSO4
adalah: refleks patella positif, diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir,
respirasi 16 kali per menit dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10% dalam ampul 10 cc
- Infus dekstrosa 5 % dan ringer
laktat.
ii)
Berikan obat antihipertensi : injeksi catapres 1 amp im dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 x ½ tablet atau 2 x ½ tablet
sehari.
iii) Diuretika tidak diberikan, kecuali
bila terdapat oedema umum, oedema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk
itu dapat disuntikan 1 amp intravena lasix.
iv) Segera setelah pemberian sulfas
magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk
induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus
tetes.
v)
Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vacum atau
forceps, jadi ibu dilarang mengedan.
vi) Jangan berikan methergin postpartum,
kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri
vii) Pemberian sulfas magnesikus, kalau
tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan dosis 4 gram setiap 4 jam
dalam 24 jam post partum
viii) Bila ada indikasi obstetrik
dilakukan Sectio Sesarea.
Eklamsi
a.
Definisi
Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita
preeklampsia yang disusul dengan koma.
Eklampsi merupakan serangan konvulsi
yang biasa terjadi pada kehamilan, tetapi tidak selalu komplikasi dari pre
eklampsi.
b.
Etiologi
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari
preeklampsia/ eklampsi masih belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1) Peran
Prostasiklin dan Tromboksan
2) Peran Faktor
Imunologis
3) Peran Faktor
Genetik/Familial
c.
Tanda
dan gejala
Eklamsia ditandai oleh
gejala-gejala preeklamsia berat dan kejang. Pada umumnya
kejang di dahului oleh makin memburuknya preeklamsi dengan gejala-gejala nyeri
kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri epigastrium, dan
hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak segera diobati, akan timbul kejangan, konvulsi
eklamsi dibagi 4 tingkat yaitu :
1)
Tingkat
awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 menit. Mata
penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya
dan kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
2)
Tingkat
kejangan tonik. Berlangsung lebih 30 menit, dalam tingkat ini seluruh
otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok ke dalam, pernafasan berhent, muka menjadi sianotik, lidah dapat
tergigit.
3)
Tingkat
kejangan klonik. Berlangsung 1-2 menit, spasmus tonik
menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat,
mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi, bola mata menonjol,
dari mulut keluar ludah yang berbusa akan menunjukan kongesti dan sianosis.
Penderita menjadi tak sadar, kejadian kronik ini akan demikian hebatnya,
sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan
terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
4)
Tingkat
koma. Lamanya koma tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi
sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan
baru yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
d.
Patofisiologi
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis preeklamsia-eklamsia.
Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi.
Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat,
sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan
mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya
vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi
uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.
Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak,
sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi
oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel
Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang
menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal
bebas. Apabila keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase
dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess
oksidatif.
Pada preeklamsia-eklamsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:
Pada preeklamsia-eklamsia serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain:
1)
Adhesi dan agregasi trombosit.
2)
Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap
plasma.
3)
Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin
sebagai akibat dari rusaknya trombosit.
4)
Produksi prostasiklin terhenti.
5)
Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan.
6)
Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh
peroksidase lemak.
e.
Penanganan
1) Penanganan
kejang
a) Beri
obat anti konvulsan
b) Perlengkapan
untuk penanganan kejang (jalan napas, sedotan, masker oksigen, oksigen)
c) Lindungi
pasien dari kemungkinan trauma
d) Aspirasi
mulut dan tenggorokan
e) Baringkan
pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
f) Bari
O2 4-6 liter/menit
2) Penanganan
umum
a)
Segera rawat
b)
Lakukan penilaian
klinik terhadap keadaan umum sambil mencari riwayat penyakit sekarang dan
terdahulu dari pasien atau keluarganya.
c)
Jika pasien tidak
bernapas : bebaskan jalan napas, beringkan pada satu sisi, ukur suhu, periksa
apakah ada kaku tengkuk.
d)
Jika pasien syok
lakukan penanganan syok
e)
Jika ekanan diastol
> 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastol diantara 90-100
mmHg
f)
Pasang infus ringr
laktat dengan jarumbesar (16 gauge atau >)
g)
Ukur keseimbangan
cairan untuk pengeluaran volume dan proteinuria
h)
Jika jumlah urine <
30 ml per jam : infus cairan dipertahankan, pantau kemungkinan edema paru.
i)
Jangan tinggalkan
pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian pada
ibu dan janin
j)
Observasi tanda-tanda
vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
k)
Auskultrasi paru untuk
mencari tanda-tanda edema paru; krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika ada
edema paru, stop pemberian cairan, dan berikan diuretik misalnya furosemid 40
mg IV.
l)
Nilai pembukaan darah
dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi, sesudah 7 menit,
kemungkinan terjadi koagulopati.
3)
Penanganan di Puskesmas
Mengingat
terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara prinsip,
kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat pelayanan
kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang
dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut:
a)
Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
b) Menyiapkan
partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
c) Menyiapkan
obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat
d) Pada
penderita terpasang infus dengan blood set.
e) Pada
penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv, dalam
perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam maintenance drops, selain itu berikan oksigen.
4) Pemberian
magnesium sulfat untuk preeklamsia dan eklamsia
a)
Alternatif I Dosis awal
i) MgSO4
4g IV sebagai larutan 40 % selama 5 menit
ii) Dilanjutkan
dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6g IM dalam larutan ringer laktat selama 6 jam
iii) Jika
kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%) 2g IV selama 5 menit
b)
Dosis pemeliharaan
MgSO4
1g/ jam melalui infusan ringer laktat/ringer asetat yang diberikan sampai 24
jam postpartum
c)
Alternatif II dosis
awal
MgSO4
4g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
d)
Dosis pemeliharaan
i) Diikuti
dengan MgSO4 (40%) 5g IM dengan 1 ml lignokain (dalam spuit yang sama)
ii) Pasien
akan merasa agak panas pada saat pemberian MgSO4
iii) Frekuensi
pernapasan minimal 16 kali/menit
e)
Sebelum pemberian
MgSO4, periksa : frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit, reflek patella
(+), urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.
f)
Stop pemberiam MgSO4,
jika : frekuensi pernafasan < 16 kali/menit, reflek patella (-), urin <
30 ml/jam
g)
Siapkan antidotum :
jika terjadi henti napas ; bantu dengan ventilator, beri kalsium glukonat 2 g
(20 ml dalam larutan 10 %) IV perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.
5) Pemberian
diazepam untuk preeklamsia dan eklamsia
a) Dosis
awal
i) Diazepam
10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
ii) Jika
kejang, ulangi pemberian sesuai dengan dosis awal
b) Dosis
pemeliharaan
i) Diazepam
40 mg dalam 500 ml larutan RL per infus
ii) Depresi
pernapasan ibu mungkin akan terjadi jika dosis > 30 mg/jam
iii) Jangan
berikan > 100mg/24jam
7)
Perawatan Post Partum
a) Anti
konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
b) Teruskan
terapi hypertensi jika tekanan diastilik masih > 90 mmHg
c) Lakukan
pemantauan jumlah urine
e.
Bahaya
eklamsia
1)
Bagi ibu
Perbedaan
konvulsi dan kelelahan, jika frekuensi berulang hati gagal berkembang. Jika
kenaikan hipertensi banyak, pada ibu dapat terjadi cerebral hemorrhage. Pasien
dengan oedem dan oliguria. perkembangan paru-paru dapat bengkak atau gagal
ginjal. Inhalasi darah atau mucus dapat menunjukkan asfiksia atau
pneumonia. Dapat terjadi kegagalan hepar. Dari komplikasi-komplikasi ini
dapat terjadi kefatalan. Angka kematian ibu dari eklampsi di UK pada
tahun 1991-1993 adalah 11. Dalam lebih dari setengah terdapat kematian ibu dan
hanya satu atau dua yang selamat.
2)
Bagi janin.
Dalam eklampsi antenatal janin dapat terpengaruh
dengan ketidakutuhan plasenta. Ini menunjukkan retardasi pertumbuhan
intrauterine dan hipoksia. Selama sehat ketika ibu berhenti bernafas
supply oksigen ke janin terganggu, selanjutnya berkurang. Angka kematian
perinatal sebanyak 15%. Konvulsi intrapartum sangat berbahaya untuk janin
karena kenaikan hipoksia intra uterin yang disebabkan karena kontraksi uterus.
3)
Komplikasi
yang terberat ialah kematian ibu dan janin:
a. Solusio plasenta
b. Hipofibrinogen
c. Hemolisis
d. Perdarahan otak
e. Kelainan mata
f. Edema paru-paru
g. Nekrosis hati
h. Kelainan ginjal
i. Prematuritas
j. Komplikasi lain (lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC)
a. Solusio plasenta
b. Hipofibrinogen
c. Hemolisis
d. Perdarahan otak
e. Kelainan mata
f. Edema paru-paru
g. Nekrosis hati
h. Kelainan ginjal
i. Prematuritas
j. Komplikasi lain (lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC)
No comments:
Post a Comment